Rabu, 15 April 2009

Biarkan ia Mengalir

One day, aku lagi jalan-jalan ma seorang teman di plasa Masjid Agung Jawa Tengah yang juga tempat favoritku pas pengen refreshing. Coz disana aku bisa dengan bebas bisa mandang langit yang luar biasa indah yang bisa bikin damai siapa aja yang ngliatnya. Selain itu ada pemandangan bukit di sana, kata temen si itu Gombel, salah satu daerah yang letaknya di Semarang bagian atas. Nah, balik ke acara jalan-jalan sama teman tadi. Kebetulan hari itu hujan sepanjang hari. Pas kita di plasa, cuma gerimis.

Tiba-tiba di puncak tangga, temenku tadi berhenti berjalan. Dia mengais-ngaiskan kakinya di tumpukan sampah di selokan pinggir tangga. Pikirku,
nih anak kurang kerjaan banget, maen air pake sampah segala. Aku tunggu ampe beberapa detik kemudian trus nanya, “Ngapain si?” Temanku njawab singkat, “Biar airnya ngalir.”

Aku terus ngamatin tu anak yang lagi nyingkirin sampah-sampah tadi keluar selokan. Dan memang benar, air di puncak tangga yang tadinya menggenangi plasa mulai mengalir melalui selokan. Melihat aku yang lagi bengong, dia bilang “Kalo bisa melakukan hal yang kecil, kenapa gak dilakukan?” Dan begitu seterusnya, ia melakukan hal yang sama ketika menemukan tumpukan sampah di selokan di tangga plasa. Padahal sepatunya bersih. “Apa gak
eman-eman sepatunya ya?” tanyaku iseng dalam hati.

Namun kejadian di masjid tadi terus mengganggu pikiranku sepulang dari sana. Hal kecil macam itu menggunggah ku yang memang hobi mengait-ngaitkan segala hal di sekitar dengan maknanya di dalam kehidupan. Dan inilah hasil perenungan (sementara).

Sampah tadi ialah ibarat berbagai masalah yang ada di dalam kehidupan. Katakanlah itu ujian dalam hidup. Kadang karena masalah-masalah tersebut stuck di satu titik, akhirnya sikap positif kita dalam melihat segala sesuatu ikut berhenti . Sama seperti air yang enggan mengalir karena terhalang sampah. Hal kecil yang dilakukan teman saya tadi adalah cara ia menyingkirkan masalah tersebut. Simpel sekali. Hanya dengan menyingkirkannya ke pinggir, airnya langsung mengalir lancar! Jadi, ketika masalah datang, kita hanya perlu memandangnya sebagai sesuatu yang PASTI bisa kita selesaikan. Bahwa masalah duniawi hanyalah remeh temeh yang sebenarnya tak perlu membuat kita frustasi. Jangan karena ada masalah, hidup kita seakan-akan menjadi sebuah penderitaan panjang tanpa henti. Kitalah yang mengendalikan masalah, bukan kita yang dikendalikan masalah. Biarkan aspek kehidupan yang lain mengalir. Sekarang, sudah siapkah kita untuk mengalirkan aliran air yang terhenti dalam hidup?

2 komentar:

  1. Salah tapi sudah berbuat masih lebih baik daripada tidak pernah salah karena tidak pernah berbuat ...
    "Sampah2" itu jangan sampe menjadi lobang ke 2 kalinya bagi kita.
    kita harus bisa menjadikan pelajaran hal itu.

    BalasHapus
  2. hmm..

    bisa juga mengaitkan sama hikmah kehidupan..

    salut,,

    BalasHapus