Dua puluh tahun yang lalu ia lahir ke dunia
Dua dasawarsa ia diberi kesempatan melihat silaunya matahari di atas bumi yang kian teraniaya
Dua puluh tahun jantungnya telah berdetak dalam hitungan yang bahkan tak
Dua puluh tahun mata ini melihat alam semesta, yang seringnya membuat decak kagum, membuat diri ini kecil di hadapanNya
Dua puluh tahun mulutnya telah mengucapkan banyak kata, frasa, dan kalimat yang entah seperti apa bentuknya
Dua puluh tahun otaknya bekerja mencari arti hidup, mengingat tujuan hidup semula karena pada hakikatnya ia lupa akan janjinya
Dua puluh tahun telah ia dengar dengan telinga, macam-macam lagu kehidupan
Dua puluh tahun tubuhnya mencerna, tumbuh tapi kondisinya kian rapuh karena keegoisan pemakainya
Dua puluh tahun telah ia kunjungi dengan kakinya tempat-tempat yang istimewa. Masih ingin ia menginjakkan kaki di belahan bumi lainnya
Dua puluh tahun mengalami semua kata sifat(adjectives). Senang, sedih, marah, susah, bahagia, sakit, kecewa, pintar, bodoh, lapar, haus, kurus, gemuk, jelek, cantik, gila, dst
Dua puluh tahun ia jatuh dan bangkit, seterusnya
Dua puluh tahun bersama orang-orang yang kini tak lagi utuh secara fisik karena sebagian dari mereka telah kembali ke Sang Pemilik
Dua puluh tahun lamanya ia belajar memaknai kehilangan dan anugerah. Karena keduanya merupakan hal-hal yang memiliki hikmah luar biasa
Dua puluh tahun ini entah berapa galon airmata yang tumpah, baik karena kebahagiaan maupun kesedihan
Dua puluh tahun lamanya bertemu berbagai macam makhluk ciptaanNya, berkawan dengan mereka, terkadang terluka juga
Dua puluh tahun diri ini meninggalkan jejak di hati orang-orang yang mengenalnya. Entah itu jejak yang tercetak jelas ataupun samar-samar. Tak jelas pula apakah jejak itu bermanfaat atau justru menyakiti?
Dua puluh hati ini terpakai, ibarat pisau yang bisa mengancam jika pemiliknya tak hati-hati memakainya
Dua puluh tahun ia mencari jati diri, berusaha menciptakan suatu karya nyata dalam hidupnya
Dua puluh tahun diizinkan bernafas, selama itu pula telah jauh dariNya
Dua puluh tahun tangan ini menengadah, hati ini gerimis, berharap Ia
Hehe, ternyata pinter buat puisi. Usia memang selelu bertambah tanpa kita sadari. siap saja memperbaiki diri, karena jal kan datang tepat waktu tanpa bisa ditunda dan kapan saja.
BalasHapus